Fatihah Diri


Oleh Eko Sam

SALAH satu hal yang paling membekas bagi saya, seusai sekian tahun mondok di Kajen Pati adalah petuah mulia Kiai Sahal Mahfudh, yakni, minimal setelah salat lima waktu berkirim fatihah kepada para guru.

Dan juga, salah satu petuah mulia lainnya, dari Kiai Sepuh Kajen, almarhum Kiai Ahmad Nafi’ Abdillah, dari Abahnya Syekh Abdullah Zein Salam; “Jika kalian mengidamkan anak-anak yang saleh salihah, jangan lupa, setiap bersedekah selalu niatkan untuk anak cucumu, sekalipun kalian belum menikah.”

Terkait fatihah, setiap orang tentu punya keberagaman kesan yang terkandung di dalamnya dan amalannya. Misal saja, buat nyuwuk ketika tahu anak kita sedang sakit—dengan cara membaca fatihah sekian kali (tergantung kemantapan hati) kemudian ditiupkan ke dalam segelas air dan diusapkan atau diminumkan. Atau, ketika dini hari anak bayi kita rewel, bisa juga membaca fatihah kemudian ditiupkan ke wilayah ubun-ubun.

Ada juga, ketika para santri sedang dilanda gelora rindu yang belum boleh dipetik sebelum masanya, rata-rata mereka meluapkan lelatu rindu tersebut dengan saling memanahkan anak busur fatihah kepada si harim—hal ini berlaku untuk santriwan atau santriwati. Dan masih banyak kisah-kisah serupa terkait fungsi dan kegunaan fatihah bagi olah batiniah.

Mulai dari bercocok tanam, kirim fatihah sembari mengitari lahan, berangkat bepergian diiringi bacaan fatihah, berangkat kerja baca fatihah, menginjakkan kaki di rumah calon mertua juga dengan fatihah agar tidak keder, bahkan buka pintu malam pertama juga dinaungi fatihah.

Orang-orang tua kita, jika mereka sowan kepada Gusti Allah lebih dahulu juga menitip pesan agar sering-sering dihadiahi fatihah. Nah, begitu banyak khasiat yang terkandung di dalam fatihah, hingga saya merasa enggan menyebutkannya di sini—tentu Anda semua lebih luas cakrawala ilmunya perihal fatihah.

Namun, ketika kita telah sering mengirim fatihah kepada beliau semua yang dirasa berjasa dalam kehidupan kita, lantas, di saat kita oleng, pikiran tak karuan, jalan rezeki sempit, anak istri susah diatur, banyak fitnah menghujam dada kita bagai bara neraka yang menyala-nyala, kredit cicilan macet, hutang bedah bagai banjir bah—apa yang harus kita lakukan?

Pesan saya, tarik napas dalam-dalam, embuskan pelan-pelan seraya menyebut Asma Illahi berkali-kali. Jika sudah merasa tenang, segera kirim fatihah banyak-banyak kepada diri kita sendiri dari ujung kepala hingga kaki. Kita kirim fatihah kepada otak dan kepala, agar pikiran puyeng segera reda. Kita kirim fatihah kepada kedua mata dan telinga, agar kasak-kusuk tak sedap lenyap. Kita kirim fatihah ke dalam dada, agar ketenangan segera tercipta. Intinya, kirimlah fatihah untuk diri sendiri di saat diri terasa gundah atau sentosa. Kalau bukan diri sendiri yang mengirimi fatihah untuk diri kita sendiri, lantas siapa lagi?

Karena saya sadar, di saat kita masih hidup dan belum mati, menabunglah fatihah banyak-banyak, siapa tahu di alam kubur nanti fatihah tersebut bisa kita cairkan dalam bentuk kelap-kelip lentera bercahaya yang begitu indah seperti impian para santri muda di malam pertama. (*)

EKO SAM, lahir dan tinggal di Grobogan. Alumni PIM 2007. Penulis buku cerpen Sabda Malaikat, 2019 dan Ngaji Ngopi: Ngrembuk Lakon Urip – Sebuah Laku Kecil Seorang Santri, 2023.

Saat ini berkegiatan sebagai founder BECIK.ID, redaktur cerpen dan kisah hikmah maarifnujateng.or.id, Ketua KMF Grobogan dan Anggota Divisi Literasi, Seni, Budaya dan Dakwah PPKMF (Pengurus Pusat Keluarga Mathali’ul Falah). Mantan redaktur cerpen pojokpim.com ini pernah kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.