Getty Images/Lior Mizrahi |
Perseteruan antara Palestina dan Israel sampai sekarang belum ada
titik terangnya. Palestina dulunya bernama Ardhu Kan’an, penduduk yang sekarang
menempatinya disinyalir memiliki kawasan tanah tersebut telah mengalami
penindasan dan penjajahan sejak Negara Israel terbentuk pada tahun 1948. Hal
itu terjadi karena israel ingin merebut Baitul Maqdis yang mereka anggap
sebagai tanah yang dijanjikan.
Melihat dari penjelasan Al-Qur’an, yaitu dalam Surah Al-Maidah dahulunya
Baitul Maqdis merupakan tanah yang memang dijanjikan oleh Allah kepada Bani
Israil.
يٰقَوْمِ ادْخُلُوا الْاَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِيْ كَتَبَ اللّٰهُ
لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوْا عَلٰٓى اَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوْا خٰسِرِيْنَ (21)
قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا
حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ
“Wahai kaumku! Masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah
ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu berbalik ke belakang (karena takut
kepada musuh), nanti kamu menjadi orang yang rugi. Mereka berkata, “Wahai Musa!
Sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang sangat kuat dan kejam,
kami tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar
dari sana, niscaya kami akan masuk.”(Q.S. Al-Maidah [5]: 21-22)
Imam Baidlowi dalam Shofwatu
at-Tafaasir menjelaskan bahwa yang dimaksud ayat tersebut adalah Baitul
Maqdis (Palestina), sedangkan dalam lafadz الَّتِيْ كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ
mengandung arti negeri/tanah yang dijanjikan
sejak nenek moyang Bani Israil dan harus dipenuhi untuk mereka. (Shofwatu At-Tafaasir Lishobuni, juz 1,
hal. 218).
Melihat dari ayat di
atas mempertegas bahwasannya dulu Palestina merupakan tanah yang dijanjikan
oleh Allah untuk Bani Israil. Lewat perantara Nabi Musa ‘alaihissalam, Allah
memerintahkannya menyeru Bani Israil untuk memasuki tanah Palestina tersebut. Namun,
pada waktu itu tanah tersebut masih dikuasai oleh kaum yang sangat kuat yaitu Kaum
Amaliqah (Tafsir Ibnu Katsir, juz 3, hal. 74)
yang membuat Bani Israil takut untuk masuk ke dalamnya dan merebut tanah
tersebut dari mereka.
Ayat tersebut juga
memerintahkan kepada Bani Israil agar tidak gentar dan takut menghadapi Kaum
Amaliqah. Namun mereka tetap saja tidak berani menghadapi kaum itu, bahkan
ketika Nabi Musa ‘alaihissalam memerintahkan untuk memasuki negeri tersebut
mereka malah ingin kembali pulang ke Mesir saja. Mereka mengelak tidak akan
memasuki tanah tersebut hingga Kaum Amaliqah itu keluar terlebih dahulu. (Shofwatu At-Tafaasir Lishobuni, juz 1,
hal. 218).
قَالَ رَجُلَانِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ
عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ
غَالِبُونَ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (23)
"Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang
telah diberi nikmat oleh Allah, “Serbulah mereka melalui pintu gerbang (negeri)
itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu
hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.”(Q.S. Al-Maidah [5]: 23)
Kemudian pada ayat selanjutnya dijelaskan bahwa dua orang lelaki dari kalangan mereka menyeru untuk menyerbu Kaum Amaliqoh dengan sekuat tenaga, jika mereka takut dengan perintah Allah dan siksanya, maka mereka harus melakukannya, karena di dalamnya terdapat kebenaran dan kepastian. Keduanya berkata ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ (serbulah mereka melalui pintu gerbang negeri itu. jika kalian memasukinya niscaya kalian akan menang).
Imam Ashobuni menjelaskan dalam tafsirnya seruan kedua lelaki tersebut, yaitu:
قالا لهم : لا يهولنكم عظم أجسامهم ، فأجسامهم عظيمة
وقلوبهم ضعيفة ، فإذا دخلتم عليهم باب المدينة ، غلبتموهم بإذن الله
Kedua lelaki berkata kepada mereka : kalian jangan terintimidasi
oleh kegagahan tubuh mereka karena besar dan hati mereka lemah. Maka ketika
kalian menyerbu pintu gerbang kota, maka niscaya kalian akan menang dengan izin
Allah.)
Shofwatu
At-Tafaasir Lishobuni, juz 1, hal. 219).
قالُوا يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا
فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ (24)
Mereka berkata, “Wahai Musa! Sampai kapan pun kami tidak akan
memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau
bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di
sini saja.”(Q.S. Al-Maidah [5]: 24)
Dengan kebandelannya,
Bani Israil berkata bahwa mereka tidak akan memasuki tanah tersebut selama
masih ada Kaum Amaliqah di dalamnya. Bahkan mereka dengan congkak menyuruh Nabi
Musa as, agar dia dan tuhannya saja yang memerangi Kaum Amaliqah, sedangkan
mereka hanya duduk sambil melihat saja di tempat itu.
Perkataan itu
mencerminkan adab yang buruk dan sudah kelewatan, perkataan yang mengarah
kepada kekafiran dan penghinaan terhadap Allah dan rasul-Nya. Berbeda dengan
sahabat yang baik akan berkata: ”kami tidak mengatakan kepadamu sebagaimana
perkataan Bani Israil, tetapi kami berkata kepadamu: pergilah kamu dan tuhanmu,
sesungguhnya kami ikut berperang bersama kalian berdua.” )Shofwatu
At-Tafaasir Lishobuni, juz 1, hal.
219).
قَالَ رَبِّ إِنِّي لَا أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِي
وَأَخِي فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (25)
Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, aku hanya menguasai diriku sendiri
dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik
itu.”(Q.S. Al-Maidah [5]: 25)
Karena perkataan
Bani Israil tersebut, membuat Nabi Musa pada waktu itu langsung mengadu kepada
Allah dan mengingkari perkataan orang – orang bodoh tersebut. Nabi Musa
berkata: ya tuhan, aku tidak menguasai umatku, aku hanya menguasai diriku
sendiri dan saudaraku Harun, jadi pisahkan antara kami dan orang – orang yang
tidak menta’atimu dengan keputusanmu
yang sangat adil. )Shofwatu At-Tafaasir
Lishobuni, juz 1, hal. 219).
قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً
يَتِيهُونَ فِي الْأَرْضِ فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (26)
(Allah) berfirman, “(Jika demikian), maka (negeri) itu terlarang
buat mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan mengembara
kebingungan di bumi. Maka janganlah eng-kau (Musa) bersedih hati (memikirkan
nasib) orang-orang yang fasik itu.” .”(Q.S. Al-Maidah [5]: 26)
Sebagai akhir dari peritiwa itu, kemudian di ayat selanjutnya Allah mengabulkan do’a Nabi Musa ‘alaihissalam. Bani Israil dihukum Allah dengan mengembara selama empat puluh tahun. Maknanya Allah berfirman kepada Nabi Musa ‘alaihissalam: sesungguhnya Tanah Muqoddas haram untuk mereka masuki selama empat puluh tahun, dan mereka akan kebingungan karenanya, dan tidak mendapatkan petunjuk untuk keluar darinya.
Jadi, karena mereka tidak mau melaksanakan perintah Allah maka mereka dihukum, bahwa Baitul Maqdis menjadi haram untuk mereka masuki selama rentang waktu empat puluh tahun. Mereka tersesat di padang pasir, yaitu terus berjalan kebingungan di padang pasir itu dan tidak tahu arah yang dituju.(Tafsir Al-Munir, Surat Al-Maidah, Juz 6, 148)
Lafadz فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
bermakna jangan bersedih hati terhadap mereka,
karena mereka durhaka dan patut mendapat siksa. Kemudian Imam Ashobuni
menjelaskan bahwa sesungguhnya mereka berjalan sepanjang malam, dan ketika
mereka bangun di pagi hari, mereka mendapati diri mereka berada di tempat
mereka berada. )Shofwatu At-Tafaasir
Lishobuni, juz 1, hal. 219).
Palestina yang
dulunya bernama Tanah Kan’an memang pernah menjadi tanah yang dijanjikan oleh
Allah untuk Bani Israil. Namun, karena mereka sendiri tidak mau berusaha untuk
mendapatkannya, dan malah menghina Allah dan rasulnya. Maka dengan itu, tanah
yang awalnya dijanjikan oleh Allah kepada mereka justru malah menjadi haram
selama empat puluh tahun karena perbuatan mereka sendiri.
Wallahu A’laam bish Showwab.
Penulis: